Jalan-jalan dimana bangkai awan tergeletak di tanah
Aroma tak sedap dan anyir menyisir dedaunan
Semoga lekas turun hujan sebelum matahari membakar
Siramkan pada rumput kering yang berbaris di taman sana,
Yang ikut berduka sejak pagi buta
Sebelah pojok di antara tumpukan kardus-kardus bekas
Tubuhnya membiru, sudah bagai sampah di lantai basah
Pun...
Kutahu dari kerumunan orang-orang
Katanya semalam ia berjuang sendirian
Tapi hidup mengalahkannya pada keabadian
kau dan lembayung senja
Kehidupan tidak punya wajah, apalagi berwajah dua
Bukan seperti kau bicara harga diri,
Bukan pula kau cari jati diri
Siang bermukena, malam terbuka dada
Pulang sana...
Jangan teruskan kau punya langkah kaki
Tubuh kau layu bunga, siapa sudi ?
Bersyukurlah atas helaan nafas, demi irama denyut nadi
Dahulu kau intan berharga, dielu dan dipuja-puja
Kini laksana sampah saja, dibuang tiada guna
kau beranjak tua, masa muda yang kau bangga
Perlahan menjauh pergi, meninggalkan diri
Pulanglah sana...
Mengemis maaf, bagi setumpuk khilaf
Selagi masih tersisa waktu untuk membuatnya berbeda
Sebelum kesempatan berwujud perasaan sesal tiada tara
Apa yang kupunya ?
Hiburkanlah untuknya wahai malam kelam
Lukisan jiwa dan roh yang berpuisi
Pada hamparan tubuh langit berwajah hitam legam
Kala senyum menjauh dan tawa tak termiliki
Hiaskanlah untuknya wahai malam biru
Tetesan embun juga cahaya pelangi
Di selaksa batas awal dan akhir waktu
Bersama seluruh keindahan di arsy tertinggi
Jagakanlah selalu untuknya wahai malam
Kembangku, mawar nan suci
Walaupun buahnya adalah rindu dendam
Dalam tangkai dan duri-duri
Tentang do'a
Apabila malam sesaat sirna
Dan rembulan terlelap tidur di pagi buta
Dengan segaris senyum kujelang siang yang merona
Meninggalkan embun pagi
Merangkai cahaya pelangi
Menuliskan syair-syair puisi,
Puisi tentang kupunya sekeping hati
Tintanya adalah merah darah
Dari mataku yang basah
Demi mengingat-Mu untuk segenap keluh kesah
Apabila senja mewarna hitam kelam
Dan matahari tenggelam di samudera terdalam
Dengan sukacita kuminta lagi pelukan temaram
Menyentuh bintang gemintang
Meraih seluruh dunia yang hilang
Melukiskan rupa diri yang remang
Lukisan tentang kupunya setitik asa di awang
Tintanya tetap merah darah
Dari mataku yang semakin basah
Demi mengingat-Mu untuk segenap keluh kesah
Terima kasih, sampai jumpa lagi di postingan yang lainnya ...
Untuk kembali ke awal tekan F5/ reload